Sidoarjo – Seorang ibu muda beranak satu, berinisial (LA), warga Sidoarjo berkali kali mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh (R) yakni seorang oknum pegawai ASN yang diduga sebagai suaminya (nikah sirih).
Kisah ini dimulai sejak bulan februari tahun 2024 ketika (R), berhasil menjerat hati (LA) yang merupakan seorang janda muda satu anak tinggal di perumahan Orchid Sidoarjo mengakui dirinya belum mempunyai istri alias bujang dan masih aktif sebagai pegawai ASN hingga berhasil menikahi secara sirih.
Singkat cerita seiring berjalannya waktu, (LA) merasa curiga kemudian dirinya mulai mencari informasi tentang sosok seorang (R) serta latar belakangnya.
“Awalnya saya berusaha untuk berpikir positif, bahkan nasehat dari beberapa teman juga sempat saya sangkal namun makin lama makin besar keraguan yang ada dibenak saya.” ucap LA saat di konfirmasi awak media di Sidoarjo pada Kamis (17/10/2024) malam.
“Pada awal kisah hubungan kami memang terlihat sangat baik, hingga dia ngajak nikah sirih dan sejak itu dia selalu loyal tanpa saya minta dia selalu kasih uang jajan, bulanan dan lain sebagainya ya selayaknya dia kasih seorang istri. Namun seiring waktu saya curiga dengan gelagatnya yang mulai berbeda, dan jika saya tegur dia selalu marah bahkan main tangan walau didepan putri saya, hingga putri saya sekarang masih alami traumanya” tambahnya.
Kecurigaan LA pun akhirnya terjawab, lambat Laun terbongkar bahwa apa yang membuat kegelisahan hatinya terungkap. Suaminya (R), ternyata memang mempunyai istri sah.
“Jad saya memberanikan diri untuk bertanya, dan diapun juga mengakui bahwa dia sudah beristri. Akhirnya kita bertengkar hebat bahkan saya sempat dipukul juga dibanting ketempat tidur hingga kesakitan dan sempat demam.” Ungkapnya.
Kepada media dirinya bercerita bahwa sebelum mengenal (R), ibu satu anak ini adalah salah seorang pegawai diperusahaan swasta ternama dengan kehidupan yang sudah mapan, bahkan rumah serta isinya juga sudah tersedia sebagai mana mestinya. Tapi (R), memaksa (LA) untuk risegn dari pekerjaannya dengan janji akan memberikan segala kebutuhannya sesuai dengan gaji yang didapat saat bekerja.
“Setelah saya resign, justru kami sering ribut dan dia main tangan apalagi sejak terbongkarnya rahasia (R), yang sudah beristri. Hingga saat ini ketakutan selalu menghantui bakan saya seringkali ke psikolog, mirisnya putri saya juga sampai sekarang mengalami trauma sikis.” Geramnya.
Masih kata LA, “Suatu ketika dia minta hp saya untuk diperiksa, karena saya gak pernah berbuat aneh aneh saya kasihkan. Kebetulan Memang ada log panggilan customer namun dia cemburu dan langsung membanting hp saya berkali-kali bahkan dilempar ketembok hingga pecah, bukan hanya itu, saya juga dipukul berkali-kali. Yang paling sakit ketika siku tangan dia ditusukan ke leher saya sampai saya batuk-batuk karena susah bernafas dan kesakitan, saya juga ga sanggup melawannya hingga saya lemas.” Jelas LA.
Berdasarkan kejadian tersebut (LA) memberanikan diri melaporkan oknum ASN ke Polresta Sidoarjo, namun dari laporan yang dilakukan terkesan banyak kejanggalan, (LA) kemudian menggunakan dua kuasa hukum dari kantor hukum “Adil Paramarta” untuk mendapatkan keadilan.
Sementara itu, dikesempatan yang sama, Soegeng Hari Kartono, SH.CTLC dan Anang Djatmiko SH selaku kuasa hukum (LA), menyampaikan memang ada kejanggalan terkait laporan (LA) ke Polresta Sidoarjo dikarenakan kasus yang seharusnya masuk ke pidana khusus justru ditangani oleh pidana umum.
“Dari laporan korban harusnya masuk ke pidana khusus di unit PPA tapi kenapa kok di tangani oleh unit pidum, kan aneh. Kejadian penganiayaan dilakukan di depan anak usia 10 tahun, hal tersebut juga pastinya merusak sikis anak juga loh. Iya kan..!” ujar Anang.
“Kasus ini harusnya sesuai Permen nomor 2 tahun 2022 karena penganiayaan dilakukan didepan anak, itu sesuai juga dengan undang-undang perlindungan ibu dan anak. Jika ditangani oleh PPA maka tindak lanjutnya tidak akan seperti ini. Terlapor hanya dikenakan pasal 351 padahal dari kejadian tersebut selain penganiayaan juga ada pengerusakan” sambungnya.
Soegeng juga menambahkan, “menurut saya penempatan kasus ini sangat tidak masuk akal dan terkesan aneh, karena penempatan penyelidikan kasus tersebut tidak pada tempatnya harusnya di unit PPA bukan Pidum. Dari sini saya harap pihak Polresta Sidoarjo bisa lebih bijak lagi dalam menyikapi kasus ini agar korban mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara Indonesia” tegasnya. @rhm