Sidoarjo – Kepolisian Resort Kota Sidoarjo berhasil mengungkap praktik perdagangan orang yang melibatkan 22 calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural. Dalam kasus ini, enam pelaku berhasil diringkus di sejumlah lokasi berbeda di wilayah Sidoarjo.
Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing menjelaskan bahwa para korban merupakan perempuan berusia di bawah 30 tahun yang dijanjikan bekerja di Singapura dengan gaji tinggi.
“Korbannya perempuan semua, jadi mereka mencari perempuan dengan kriteria khusus,” ujar Tobing dalam konferensi pers di Mapolresta Sidoarjo, Senin (13/1/2025).
Enam tersangka yang berhasil ditangkap polisi adalah Muhammad (41), Asri (44), Jul Faris (28), Rosul Abidin (52), Erlin Aisah (54), dan Yulaika (58). Mereka ditangkap di lokasi berbeda sejak akhir Desember 2024 hingga awal Januari 2025.
Puluhan korban tersebut berasal dari sejumlah wilayah di Pulau Madura dan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Para pelaku menawarkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di Singapura kepada para korban dengan iming-iming gaji tinggi. Tawaran itu disampaikan secara langsung dari mulut ke mulut.
Setelah menyetujui tawaran tersebut, para korban dibawa ke Sidoarjo dan ditempatkan di mes penampungan yang terletak di wilayah Sedati dan Krembung.
Christian Tobing menambahkan bahwa para pelaku telah menjalin kerja sama dengan salah satu agensi di Singapura.
“Mereka (pelaku) sudah menjalin hubungan dengan pihak agensi luar negeri, jadi korban nantinya diterbangkan ke sana sebelum diberikan pekerjaan,” jelasnya.
Para pelaku mendapat upah sebesar 2.000 dolar Singapura atau sekitar Rp23 juta hingga Rp25 juta setiap kali berhasil mengirim korban ke luar negeri.
“Sejauh ini ada 22 korban yang sudah kami amankan, dan kami masih membuka laporan masyarakat,” tambah Tobing.
Salah satu korban berinisial RS (26) asal NTB mengaku dirinya awalnya percaya dengan tawaran menjadi asisten rumah tangga di Singapura.
Namun, setelah tiba di tempat penampungan, ia merasa curiga karena proses penyaluran tidak sesuai prosedur resmi.
“Saya baru tiga hari di penampungan. Saya tanya yang lain, ada yang sampai tiga sampai empat bulan,” ujar RS.
Karena curiga, RS berusaha mencari informasi lebih lanjut dan melaporkan kasus ini ke polisi
Dalam kasus ini, para pelaku dijerat Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 huruf (b), (c), (d), (e) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.
Mereka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga Rp15 miliar.
“Penanganan ini juga sejalan dengan program Asta Cita dari Presiden Prabowo untuk melindungi pekerja migran Indonesia,” tandas Tobing. @nj