Surabaya, 24 Juli 2025 — Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) berhasil mengungkap kasus tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang dilakukan oleh dua pemuda berkedok organisasi masyarakat (ormas) fiktif. Pengungkapan ini disampaikan secara resmi dalam konferensi pers yang digelar Kamis sore (24/7/2025), di Mapolda Jatim oleh Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast.
Menurut Kombes Jules, kasus ini bermula dari laporan polisi yang diterima pada tanggal 20 Juli 2025. Laporan tersebut menyebut adanya dugaan tindak pidana pemerasan, pengancaman, pencemaran nama baik, dan fitnah yang ditujukan kepada seorang aparatur sipil negara (ASN) bernama Haji Aris Agung Piawai, SSTTP, MM, yang bertugas di wilayah Sidoarjo.
“Kejadian tersebut berlangsung pada Sabtu malam, 19 Juli 2025, sekitar pukul 23.00 WIB, di sebuah kafe yang berlokasi di Jalan Ngagel Jaya Selatan, Surabaya,” jelasnya.
Dua tersangka yang diamankan adalah SH alias BS (24), mahasiswa asal Bangkalan, dan MSS (26), mahasiswa asal Pontianak. Keduanya diketahui telah mengirim surat pemberitahuan aksi demonstrasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur pada tanggal 16 Juli 2025, mengatasnamakan organisasi fiktif bernama Front Gerakan Rakyat Anti Korupsi (FGR-AK). Dalam surat tersebut, mereka menyampaikan rencana demo pada 21 Juli 2025 dengan tuntutan agar korban ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan perselingkuhan.
Namun, surat demo itu ternyata hanya dijadikan alat untuk memeras korban. Para tersangka menekan korban agar menyerahkan uang sebesar Rp20 juta. Jika tidak dipenuhi, mereka mengancam akan menggelar aksi demo dan menyebarkan informasi fitnah melalui media sosial seperti TikTok dan Instagram.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jatim, Kombes Pol Widi Atmoko, menjelaskan bahwa polisi berhasil mengungkap modus operandi dan mengamankan sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Di antaranya adalah:
Surat pemberitahuan aksi demo atas nama FGR-AK
Uang tunai Rp20 juta dalam pecahan Rp50 ribu
Dua unit telepon genggam (merek Vivo dan Oppo Reno 8)
Satu unit sepeda motor Honda Scoopy
“Dari hasil koordinasi kami dengan instansi terkait, diketahui bahwa FGR-AK tidak terdaftar secara resmi sebagai organisasi masyarakat. Bahkan, hanya dua orang saja yang menjadi ‘anggota’, yaitu para tersangka itu sendiri,” ujar Kombes Jules menambahkan.
Lebih lanjut, pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk tidak takut melapor jika mengalami kejadian serupa. “Kami mengajak masyarakat serta instansi pemerintahan untuk tidak ragu memberikan informasi sekecil apa pun terkait tindak pidana seperti ini. Identitas pelapor akan kami jaga sepenuhnya,” tegas Kombes Jules menutup konferensi pers.
Kasus ini menjadi peringatan serius terhadap upaya-upaya kriminal yang mengatasnamakan organisasi untuk melakukan pemerasan dan menyebar teror digital. Polda Jatim menegaskan akan terus memproses kasus ini secara hukum hingga tuntas dan memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan serupa. @nj