Surabaya — Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya menggelar konferensi pers pada Rabu, 5 Juni 2025, terkait pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI). Konferensi pers ini dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan, didampingi oleh Kasatreskrim AKBP Aris Purwanto dan Kasihumas AKP Rina Shanty Dewi.
Dalam keterangannya, Kombes Pol Luthfie menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan perdagangan orang yang melibatkan korban berinisial NS. Korban dalam keadaan kritis saat melaporkan peristiwa tersebut ke sebuah radio lokal. Hasil penelusuran petugas mengarah pada lokasi di Purworejo, yang menjadi tempat pertemuan awal para korban dan pelaku.
“Kasus ini bermula saat salah satu pelaku, seorang PNS, mengajak korban ke Surabaya dan kemudian membawanya ke wilayah Purworejo. Di sanalah diduga kuat terjadi proses penyaluran korban ke luar negeri, tepatnya ke Malaysia, melalui perantara yang diketahui memiliki toko di daerah tersebut,” ungkap Luthfie.
Pengungkapan lebih lanjut menemukan bahwa pelaku, yang disebut-sebut berinisial SMS, menyimpan lima perempuan di sebuah kamar hotel. Kelima korban tersebut rencananya akan disalurkan untuk bekerja di luar negeri, tanpa dokumen resmi dan tanpa jaminan keselamatan.
“Pelaku menyewa sebuah kamar hotel dan menyimpan lima perempuan calon korban. Mereka diiming-imingi pekerjaan di luar negeri, namun tanpa proses legal yang sesuai undang-undang,” tambah Kapolres.
Dari hasil penyelidikan, pelaku diketahui telah melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta. Selain itu, pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Pasal 10 dan 11 UU TPPO menjerat pelaku yang berperan sebagai penyelenggara maupun perekrut. Kami juga sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas di balik praktik ini,” jelas Kapolres.
Pihak kepolisian memastikan bahwa lima korban kini dalam perlindungan dan mendapat pendampingan dari instansi terkait. Penyelidikan masih terus berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan dan pihak-pihak yang terlibat dalam sindikat perdagangan orang ini.Surabaya |Nusantara Jaya News — Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya menggelar konferensi pers pada Rabu, 5 Juni 2025, terkait pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI). Konferensi pers ini dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan, didampingi oleh Kasatreskrim AKBP Aris Purwanto dan Kasihumas AKP Rina Shanty Dewi.
Dalam keterangannya, Kombes Pol Luthfie menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan perdagangan orang yang melibatkan korban berinisial NS. Korban dalam keadaan kritis saat melaporkan peristiwa tersebut ke sebuah radio lokal. Hasil penelusuran petugas mengarah pada lokasi di Purworejo, yang menjadi tempat pertemuan awal para korban dan pelaku.
“Kasus ini bermula saat salah satu pelaku, seorang PNS, mengajak korban ke Surabaya dan kemudian membawanya ke wilayah Purworejo. Di sanalah diduga kuat terjadi proses penyaluran korban ke luar negeri, tepatnya ke Malaysia, melalui perantara yang diketahui memiliki toko di daerah tersebut,” ungkap Luthfie.
Pengungkapan lebih lanjut menemukan bahwa pelaku, yang disebut-sebut berinisial SMS, menyimpan lima perempuan di sebuah kamar hotel. Kelima korban tersebut rencananya akan disalurkan untuk bekerja di luar negeri, tanpa dokumen resmi dan tanpa jaminan keselamatan.
“Pelaku menyewa sebuah kamar hotel dan menyimpan lima perempuan calon korban. Mereka diiming-imingi pekerjaan di luar negeri, namun tanpa proses legal yang sesuai undang-undang,” tambah Kapolres.
Dari hasil penyelidikan, pelaku diketahui telah melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta. Selain itu, pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Pasal 10 dan 11 UU TPPO menjerat pelaku yang berperan sebagai penyelenggara maupun perekrut. Kami juga sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas di balik praktik ini,” jelas Kapolres.
Pihak kepolisian memastikan bahwa lima korban kini dalam perlindungan dan mendapat pendampingan dari instansi terkait. Penyelidikan masih terus berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan dan pihak-pihak yang terlibat dalam sindikat perdagangan orang ini.
Kombes Pol Luthfie mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan TPPO ke pihak berwenang.
“Ini menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk menjaga dan melindungi warga negara dari praktik keji perdagangan manusia. Mari kita bersama perangi kejahatan ini,” pungkasnya. (Red)
Kombes Pol Luthfie mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melaporkan setiap dugaan TPPO ke pihak berwenang.
“Ini menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk menjaga dan melindungi warga negara dari praktik keji perdagangan manusia. Mari kita bersama perangi kejahatan ini,” pungkasnya. @nj